Menentukan awal masuknya bulan
Romadlon, demikian pula bulan-bulan yang lain, menurut fiqh harus dengan ru’yah.
Tidak cukup dengan hanya memakai metode hisab walaupun itu qoth’i.
Yakni hisab yang diyakini kebenarannya dengan berpedoman pada :
· Ijtima’ : yaitu
berkumpulnya matahari dan bulan dalam buruj
( bintang ).
· Irtifa’ : yaitu ketinggian hilal di atas ufuk.
· Simtulhilal : yaitu
posisi hilal.
· Muktsu : yaitu
lamanya hilal di atas ufuk.
Kepastian tidak bisanya hisab
digunakan sebagai penentu jatuhnya awal bulan dengan tanpa ditindak lanjuti ru’yah
ini, karena fungsi hisab itu hanyalah sebagai sarana untuk memperkirakan
bahwa bulan pada saat itu berada pada posisi dan ketinggian yang bisa mungkin
untuk diru’yah ( imkanurru’yah ).
Karenanya sangat perlu adanya
tindak lanjut ru’yah sebagai pembuktian, yang nantinya benar-benar bisa
dibuat pedoman untuk menentukan jatuhnya awal Romadlon. Dan apabila terhalang
oleh mendung, maka bulan Sya’ban disempurnakan 30 hari. Sebagaimana ditegaskan
di dalam hadits :
|عن ابن عمر رضى الله عنهما قال سمعت رسول الله صلى الله
عليه و سلم يقول إذا رأيتموه فصوموا وإذا رأيتموه فأفطروا فإن غم عليكم فاقدروا له
. متفق عليه
|ولمسلم فإن
غم عليكم فاقدروا له ثلاثين .
|وللبخارى
فأكملوا العدة ثلاثين .
Menurut ahli hisab, sebagaimana keterangan yang tertulis
di dalam kitab Fathur Ro’uful Mannan, hilal bisa diru’yah kalau
memang sudah mencapai ketinggian di atas ufuq minimal dua derajat ( 8
menit / 1,44 m. ).
Menurut sebagian besar ulama’ Hanabilah, ru’yah
dilakukan kalau memang langit dalam keadaan cerah, tidak terhalang oleh
mendung. Apabila terhalang, maka harus dikira kirakan ( dengan memakai hisab
), apakah hilal berada di ketinggian yang mungkin diru’yah atau
tidak. Apabila hilal sudah mencapai ketinggian yang mungkin bisa diru’yah,
maka menurut mereka itu sudah cukup untuk dibuat pedoman menentukan awal
Romadlon. Sebab sabda Rosulullah yang berbunyi :
| فإن غم عليكم فاقدروا له .
adalah bukti adanya isyarat
perbedaan antara langit dalam keadaan cerah dan dalam keadaan mendung. Akan tetapi
menurut Jamahirul ulama’ kata فاقد روا له artinya adalah hitunglah bulan Sya’ban sampai
genap 30 hari. Pendapat ini di samping berpedoman pada hadits-hadits di atas,
juga pada hadits lain yang dengan tegas menyatakan :
|صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته فإن غبى عليكم فأكملوا عدة
شعبان ثلاثين . رواه البخارى
Selanjutnya wajib bagi qodli / hakim untuk
menyiarkan kepada masyarakat luas mengenai masuknya bulan Romadlon ini.
Sebagaimana wajibnya menyiarkan masuknya bulan Syawal, apabila ada orang adil
yang memberikan persaksian ru’yah di hadapannya. Sebagaimana yang
disabdakan Rosulullah :
|عن ابن عباس رضى الله عنهما أن أعرابيا جاء إلى النبى
صلى الله عليه وسلم فقال إنى رأيت الهلال فقال أتشهد أن لا إله إلا الله ؟ قال نعم
قال أتشهد
أن محمدا رسول الله ؟ قال نعم قال فأذن فى الناس يا بلال أن يصوم غدا .
رواه الخمسة وصححه
ابن خزيمة وابن حبان ورجح النسائى إرساله
Lalu berapa orang yang harus
diambil persaksiannya
oleh qodli untuk menentukan jatuhnya awal Romadlon ?
Untuk bulan Romadlon, menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad Ibnu
Hanbal, qodli boleh mengambil persaksian satu orang yang adil dan
merdeka ( bukan budak ). Berbeda dengan bulan-bulan yang lain, maka harus dua
orang laki-laki dan merdeka dengan berdasarkan hadits :
|عن ابن عمر رضى الله عنهما قال ترائى الناس الهلال فأخبرت
النبى صلى الله عليه وسلم إنى رأيته فصام وأمر الناس بصيامه .
رواه أبو داود وصححه
الحاكم وابن حبان
Hikmah diperbolehkannya mengambil persaksian dengan satu orang
ini, sebagaimana keterangan yang ada di dalam kitab kitab fiqh, adalah untuk
lebih berhati-hati di dalam urusan puasa.
Menurut pendapat Imam Malik,
ketetapan masuknya bulan Romadlon dan Syawal untuk daerah yang senantiasa
memper-hatikan ru’yah, harus dengan persaksian dua orang yang adil.
Ketetapan masuknya awal Romadlon yang telah disahkan oleh qodli
mengikat semua masyarakat yang berada satu mathla’ ( daerah daerah yang terbit dan terbenamnya
matahari, fajar atau bintang-bintang tidak berbeda ) dan masih berada di dalam
wilayahnya. Berbeda dengan orang yang tidak satu mathla’ dengannya. Maka baginya tidak
terikat dengan apa yang telah diitsbatkan ( ditetapkan ) oleh qodli
walaupun ia mempercayai kebenaran itsbat tersebut. Demikian pula bagi
orang yang satu mathla’ dengan qodli dan ia berada di luar
wilayah kekuasaannya. Maka bagi orang tersebut juga tidak terikat dengan apa
yang telah diitsbatkan, kecuali bila ia mempercayainya. Demikian ini
tadi adalah menurut pendapat Imam Syafi’i yang berpedoman pada hadits marfu’,
di mana shahabat Abdulloh bin Abbas, yang waktu itu berada di Madinah, tidak
menerima ru’yah sahabat Karib yang berada di negeri Syam.
|أن
أم الفضل بعثته إلى معاوية بالشام فقال فقدمت الشام فقضيت حاجتها واستهل على رمضان
وأنا بالشام فرأيت الهلال ليلة الجمعة فقدمت المدينة فى آخر الشهر فسألنى عبد الله
بن عباس ثم ذكر الهلال فقلت رأيناه ليلة الجمعة فقال أنت رأيته ؟ فقلت نعم ورآه
الناس وصاموا وصام معاوية فقال لكنا رأيناه ليلة السبت فلا نزال نصوم حتى نكمل
ثلاثين أو نراه فقلت
ألا تكتفى برؤية معاوية وصيامه ؟ فقال لا هكذا أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم . الفقه الإسلامى الجزء الثانى ص : 608
ألا تكتفى برؤية معاوية وصيامه ؟ فقال لا هكذا أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم . الفقه الإسلامى الجزء الثانى ص : 608
Ketidaksamaan munculnya hilal antar daerah sama halnya
dengan ketidaksamaan munculnya matahari antara daerah satu dengan yang lainnya.
Akhirnya mengakibatkan tidak samanya waktu sholat antara daerah satu dengan
yang lain.
Di samping itu syara’ mengaitkan
wajibnya puasa dengan munculnya hilal Romadlon. Sementara munculnya hilal
jelas tidak sama antara daerah satu dengan yang lain sesuai dekat dan jauhnya
daerah tersebut dari garis katulistiwa.
Menurut selain madzhab Syafi’i, bila hilal Romadlon telah
dapat diru’yah di suatu daerah, maka wajib bagi semua orang untuk
melaksanakan puasa. Baik satu mathla’ atau tidak. Sebab di dalam hadits
Rosulullah hanya menggantungkan wajibnya puasa dengan diru’yahnya hilal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar